The Papervoice..

I miss you, I emphasize.. The old you when nothing happens to you..

“Sumpah aku lupa banget liriknya, Sin. Gara-gara kopi tumpah jadi konsentrasi aku buyar gini ya..”

Maizar menggerutu pada sahabatnya, Sindi. Tentang lirik yang ia ingat kemudian ia lupakan cepat itu..

“Ya udah, ini minum obatnya lagi..nanti aku jamin liriknya inget lagi deh, nih..”

Sindi membereskan kertas-kertas yang berserakan dan menyerahkan selembar pada Maizar.

“Gak mau, Sin. Tadi aku inget ada verse yang bunyinya kayak begini:
‘she’s young but trapped..she’s loved but left..’
Nah setelah itu aku lupa lagi, semua buyar gara-gara cangkir kopi jatuh barusan, Sin..”

Sindi dengan sabar menggandeng Maizar ke taman belakang rumah Maizar dan membujuknya untuk minum obat disitu.
Maizar tersenyum dan menggenggam kedua tangan Sindi, mengisyaratkan kata “Terima Kasih”. Biasanya setelah isyarat tersebut Sindi akan pulang, kemudian kembali lagi keesokan harinya setelah ia pulang kerja. Setiap hari.

“Sindi, please have a life..”
Kata-kata ini terlontar dari Bayu, sahabat Sindi dan Maizar.

“We all love Maizar, we do. Tapi kamu punya kehidupan selain ngurusin Maizar..you do!”

Iya! Sindi tahu ia memang mempunyai kehidupan selain “mengurusi Maizar”, namun, betapa Sindi punya keyakinan bahwa apapun yang pernah terjadi pada Maizar tak akan pernah terjadi lagi. Dan bila, dulu Maizar pernah merasa bahagia, Sindi yakin Maizar akan bahagia lagi. Ia berjanji.

Sindi tersenyum menanggapi saran Bayu, ia tak ingin berdebat dan kehilangan sahabatnya itu setelah ia “kehilangan” tawa Maizar..

Semua terjadi sekejap saja. Setelah kecelakaan itu.. AH! Tak ada yang mau Sindi ingat lagi, bila ingat ia hanya bisa menangis. Anehnya, mengapa orang-orang menyalahkan Maizar atas kecelakaan yang bahkan tak satupun orang menginginkannya.

“Salah sendiri dia mabok..dia kan gak bisa dibilangin suruh berhenti ini suruh berhenti itu..sekarang kan dia tau dan ngerasain efeknya..” Mila, adik Maizar.

“Dia kan punya cita-cita, dia tau tujuannya kemana, semestinya dia juga ngeh sama hal-hal yang akan membahayakan cita-citanya itu..” Rayan, sepupu Maizar.

Sementara kedua orang tua Maizar hanya bisa mengobati dan mendoakan.

Dan kalau sudah begini Sindi hanya bisa merindukan Maizar.. Maizar yang dulu tertawa. Maizar yang bernyanyi. “I miss you, Izar.. I miss you..”

I miss you, the old you when nothing happens to you. Where are you?

Keesokan harinya, seperti biasa Maizar sedang duduk di kursi kesayangannya, kertas dan pena berserakan di karpet..namun bukan Maizar yang Sindi tuju, matanya mencari sosok Ibu Maizar, mungkin ia sedang tidak ada padahal ia ingin mendiskusikan pengobatan herbal yang ia dengar dapat membantu pemulihan Laryingitis yang sekarang sedang diderita Maizar.

Satu kecelakaan, dua akibat fatal. Malam di hari kecelakaan tersebut, Maizar yang dibawah kendali alkohol mengemudikan mobilnya dengan sangat kencang sehingga menabrak pembatas tol.

Sampai di Rumah Sakit, selain tubuhnya luka-luka, ia mendapati diagnosa lain..kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol menyebabkannya terkena Laryngitis, pita suaranya mengendur! Memang, beberapa hari sebelum kecelakaan Maizar sering batuk darah, setiap disuruh ke Rumah Sakit, Maizar tidak mau karena ia fokus pada persiapan kompetisi band yang akan ia ikuti di Singapura. Yang seharusnya berlangsung hari ini!

Sindi mendekatinya, mengelus punggungnya, berusaha mengalihkan ingatannya tentang apa yang seharusnya berlangsung hari ini.

Maizar tersenyum pada Sindi..dan berkata:
“Sin aku ingat liriknya..”
Sindi tersenyum, menuliskan sesuatu..
“Ini Sin, liriknya..

‘She’s young but trapped..she’s loved but left..but in his soul she found a lovely home to live, and a good friend forever to be
with..’

Kini mereka berdua yang tersenyum bersama. Disaksikan waktu. Saling bertukar kertas dan pena. Iya, selama ini mereka saling berbicara lewat kata-kata yang Maizar tuliskan diatas secarik kertas.

Dari tawa mereka, penulis percaya pada janji Sindi..
Bahwa Maizar akan bahagia lagi.

***

Leave a comment